Shopaholic
berasal dari kata shop yang artinya
belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari ataupun
tidak. Menurut Oxford Expans (dalam Rizka, 2008) dikemukakan bahwa shopaholic adalah seseorang yang tidak
mampu menahan keinginannya untuk berbelanja dan berbelanja sehingga menghabiskan
begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang
dibelinya tidak selalu ia butuhkan.
Menurut
penelitian dikemukakan bahwa 90% penderita shopaholic
adalah perempuan, namun laki-laki juga mengalami shopaholic. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stanford University mengatakan bahwa
laki-laki juga mengalami shopaholic.
Dengan demikian, perempuan dan laki-laki dapat menderita shopaholic.
Perlu
diketahui bahwa tidak semua orang yang suka berbelanja atau pergi ke mall dapat
dikatakan shopaholic. Menurut Klinik
Servo (2007), seseorang dapat dikatakan mengalami shopaholic jika
menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
- Suka menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak dimiliki meskipun barang tersebut tidak selalu berguna bagi dirinya.
- Merasa puas pada saat dirinya dapat membeli apa saja yang diinginkannya, namun setelah selesai berbelanja maka dirinya merasa bersalah dan tertekan dengan apa yang telah dilakukannya.
- Pada saat merasa stres, maka akan selalu berbelanja untuk meredakan stresnya tersebut.
- Memiliki banyak barang-barang seperti baju, sepatu atau barang-barang elektronik, dll yang tidak terhitung jumlahnya, namun tidak pernah digunakan.
- Selalu tidak mampu mengontrol diri ketika berbelanja.
- Merasa terganggu dengan kebiasaan belanja yang dilakukannya.
- Tetap tidak mampu menahan diri untuk berbelanja meskipun dirinya sedang bingung memikirkan hutang-hutangnya.
- Sering berbohong pada orang lain tentang uang yang telah dihabiskannya.
Shopaholic dapat mengakibatkan berbagai dampak yang
merugikan yaitu:
- Sering mengalami kehabisan uang padahal masih awal bulan.
- Dapat mengakibatkan seseorang memiliki hutang dalam jumlah yang besar karena untuk memenuhi pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja dan berbelanja.
- Dapat mengakibatkan seseorang dipecat dari pekerjaannya karena melakukan pemborosan dengan menggunakan uang perusahaan.
- Memicu seseorang untuk melakukan tindak kriminal (seperti mencuri, memeras,korupsi dll) hanya karena ingin mendapatkan uang demi memnuhi dorongan untuk belanja yang terus-menerus dalam dirinya.
- Dapat mengakibatkan perceraian karena pasangan dari si penderita shopaholic merasa tersiksa dengan uang yang selalu dihabiskan pasangannya hanya untuk berbelanja dan berbelanja.
- Dapat mengakibatkan pertengkaran karena pemborosan yang dilakukan oleh penderita shopaholic.
- Dapat mengakibatkan seseorang bunuh diri karena dalam dirinya selalu muncul pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja dan berbelanja dan si penderita merasa tersiksa jika tidak melakukan pikiran-pikiran obsesinya tersebut.
Mungkin
saat ini, Anda sedang bertanya-tanya apa penyebab seseorang mengalami shopaholic? Menurut Klinikservo (2007),
ada beberapa penyebab seseorang mengalami shopaholic, yaitu:
- Seseorang menganut gaya hidup hedonis (materialis) dan mempersepsi bahwa manusia adalah human having. Human having adalah seseorang yang cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan apa yang dimiliki (seperti punya mobil, rumah, jabatan). Human having ini akan mengakibatkan seseorang merasa terus kekurangan, selalu diliputi kecemasan, tidak akan termotivasi untuk mengejar kebutuhan pada tingkat yang lebih.
- Kecemasan yang berlebihan karena mengalami trauma di masa lalu.
- Iklan-iklan yang ditampilkan diberbagai media yang menggambarkan bahwa pola hidup konsumtif dan hedonis merupakan sarana untuk melepaskan diri dari stres.
- Adanya pikiran-pikiran obsesi yang tidak rasional
Solusi
Mengatasi Shopaholic
Shopaholic dapat diatasi dengan CBT (Cognitive Behavioral Therapy) dan terapi relaksasi. CBT akan membantu penderita untuk mengatasi pikiran dan perilakunya yang tidak rasional dan mencegah penderita untuk melakukan kebiasaan belanja secara terus-menerus. Selain itu, terapi relaksasi berguna untuk membantu mengurangi kecemasan dan membantu penderita untuk rileks dalam menghadapi pikiran-pikiran obsesinya yang muncul. Penderita Shopaholic juga perlu dilatih untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan sehingga hal dapat mulai mengontrol kebisaan belanjanya yang tidak rasional.
Shopaholic dapat diatasi dengan CBT (Cognitive Behavioral Therapy) dan terapi relaksasi. CBT akan membantu penderita untuk mengatasi pikiran dan perilakunya yang tidak rasional dan mencegah penderita untuk melakukan kebiasaan belanja secara terus-menerus. Selain itu, terapi relaksasi berguna untuk membantu mengurangi kecemasan dan membantu penderita untuk rileks dalam menghadapi pikiran-pikiran obsesinya yang muncul. Penderita Shopaholic juga perlu dilatih untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan sehingga hal dapat mulai mengontrol kebisaan belanjanya yang tidak rasional.
Solusi
Untuk Mencegah Seseorang Menderita Shopaholic
Agar Anda tidak mengalami Shopaholic maka sebaiknya sesegera mungkin Anda mengontrol diri Anda pada saat berbelanja dan mengatasi stres dengan cara yang positif. Anda dapat melakukan perencanaan pengeluaran Anda ketika akan pergi ke mall sehingga hal dapat mengontrol perilaku belanja Anda yang tidak terkontrol. Namun, Anda juga harus komitmen hanya membeli barang yang benar-benar Anda butuhkan bukan karena godaan sesaat. Selain itu, Anda perlu pembukukan pengeluaran-pengeluaran yang telah Anda lakukan dan mencatat barang-barang kebutuhan pokok apa saja yang memang perlu untuk dibeli sehingga Anda dapat mengontrol perilaku belanja.
Agar Anda tidak mengalami Shopaholic maka sebaiknya sesegera mungkin Anda mengontrol diri Anda pada saat berbelanja dan mengatasi stres dengan cara yang positif. Anda dapat melakukan perencanaan pengeluaran Anda ketika akan pergi ke mall sehingga hal dapat mengontrol perilaku belanja Anda yang tidak terkontrol. Namun, Anda juga harus komitmen hanya membeli barang yang benar-benar Anda butuhkan bukan karena godaan sesaat. Selain itu, Anda perlu pembukukan pengeluaran-pengeluaran yang telah Anda lakukan dan mencatat barang-barang kebutuhan pokok apa saja yang memang perlu untuk dibeli sehingga Anda dapat mengontrol perilaku belanja.
Jika Anda merasa bahwa diri Anda mengalami gangguan
obsesi kompulsif, sebaiknya Anda mencari tahu, apa akar masalah yang
menyebabkan Anda kain hari kian gelisah, resah, cemas, tidak bisa tenang, dsb.
Sebab, obsesif kompulsif itu merupakan tanda dari adanya masalah yang tidak
selesai, atau dihadapi dengan cara yang keliru, sehingga menambah persoalan
baru. Setiap orang pasti bisa tahu apa masalahnya, kalau mau jujur pada diri
sendiri. Tapi, memang tidak mudah untuk mau berhadapan dengan kenyataan diri.
Kalau pun tidak bisa mengetahui / memformulasikan apa masalahnya, maka
berkonsultasi dengan pihak yang kompeten, seperti psikolog, akan sangat
membantu memberikan petunjuk, arah dan bimbingan. Untuk sembuh dari shopaholic membutukan usaha dan ketekunan, kedisiplinan dan
pengendalian diri. Selain itu, empati dari anggota keluarga dan penderita
sangat membantu dalam mempercepat kesembuhan penderita.
Sumber: http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=487 (downloaded 14/11/2012)
No comments:
Post a Comment